Agustus menjadi jawaban.


Hai.
Tulisan kali ini mungkin sedikit berbeda dari tulisan-tulisan sebelumnya. Bukan curhat tentang cinta-cintaan. Tulisan ini mengalir ketika temanku bercerita banyak hal tentang kisahnya. Awalnya ragu untuk menulis ini, karena takut dianggap berlebihan untuk menulis seperti ini. Tapi menurutku, sebuah tulisan tidak boleh dibatasi. Sebuah ide dan gagasan adalah mutiara yang harus dikembangkan dan diapresiasi.
So lets go…






Hari itu,
Ketika pertama kali kita bertemu, disebuah ruangan tertutup dan suasana yang sedikit kaku. Pada saat itu, mataku tak memberi sinyal apapun pada hati dan akal. Berarti ini tidak termasuk ciri-ciri pandangan pertama kalau kata orang-orang. Karena tidak memberi sinyal apapun, pada saat temu pertama aku sama sekali tidak menaruh niat untuk jatuh hati padamu. Perkenalan singkat dimulai saat itu. menyebutkan nama dan asal kita masing-masing. Sebuah pertemuan yang tidak istimewa, tidak seperti romansa yang tertulis dalam buku fiksi dan tak menarik seperti perkenalan yang ada dalam sebuah layar drama. Sederhana. Satu kata yang menyimpulkan sebuah pertemuan ini. Tapi ada yang jauh lebih hebat dari fiksi, yaitu takdir tuhan yang telah menghantarkan kamu pada pertemuan itu.

Berkomunikasi hanya sekedar perlu, jadi masih pada tingkat rasa biasa saja padamu. Berjalan waktu, ada yang aneh dengan sebuah pertemuan singkat itu tiba-tiba mengirimku pada sebuah rasa yang sudah tidak wajar lagi. Percakapan kita juga tak seirit dan sekaku ketika pertama dipertemukan waktu. Apa harus senang dengan perubahan ini? Atau harus waspada akan ada rasa yang lebih tidak masuk akal lagi. Benar saja tebakanku. Semakin kesini, rasa yang dimiliki semakin tidak tau menempatkan dirinya. Tiap malamnya hati selalu melunjak. Ingin rasanya ia mengenalmu lebih dalam bahkan sempat berkeinginan untuk memiliki nantinya. Aku marah dengan ini, kuurungkan semua rencana hati yang tidak berkompromi dengan akal sama sekali.

Tapi ini cukup aneh, semakin aku berlaku jahat pada perasaan, semakin ia menjadi jatuh hati pula. Katanya’jangan berpura benci kalau sebenernya menyimpan rasa’. Wahai ciptaan semesta, siapa yang mengajarimu untuk menarik hati tiap insan seperti ini? Dukun mana yang telah memberikanmu ajimat? Mantramu sangat kuat, pesonamu sungguh dahsyat. Bukan fisik yang aku bicarakan, lebih kepada ketakwaanmu pada ilahi memberikan ku sebuah rasa yang pasti. Ini sebenarnya sebuah rahasiaku pada ilahi, ku beranikan diri membawa namamu pada senandung pinta. Yang sebenarnya aku sendiri malu ketika berucap pada Pemilik Semesta. Ada rasa tak pantas yang tersirat dalam sebuah rayuku dengan Tuhan,tapi ingin apa yang ku pinta menjadi sebuah takdirku nantinya. Mulai sering menyebutmu pada Semesta, seolah-olah yakin bahwa takdir akan mengarahkan kepada inginku. Aku lupa menanyakan, bagaimana dengan dirimu? Begitukah memperlakukanku? Adakah namaku tersebut di langitNYA? Jelas ini khayalku yang terlampau jauh.

Sungguh tepat. Jawaban pencipta datang begitu cepat. Agustus menjadi sebuah jawaban takdir yang selama ini ku rangkai dan menghantarkan pada peliknya kenyataan. Manusia lain telah memikat hatimu, sayang tuhan tidak menakdirkan aku yang menjadi manusia itu. tak mungkin aku marah pada sebuah ketetapan. Hanya bisa mengutuk diri,dan berevaluasi, mengapa aku bisa memiliki rasa sejauh ini? Namun sebenarnya tidak ada yang harus disalahkan dalam proses ini. Sebuah pembelajaran akan menjadi bekal yang indah nantinya. Tak harus memiliki,jika menyukai. tak harus menyukai jika pada akhirnya memiliki. Hal itu tergantung takdir tuhan yang mengatur.

Comments

Popular Posts