Berdamai Menjadi Dewasa
Hai...
Sudah lama tidak bertukar
cerita melalui aksara. Bagaimana harimu hari ini? Mari bercerita kembali lewat
kata. Karena rindu saat ini tak bisa bertukar dengan temu, untuk saling menjaga
dengan mencipatakan jarak. Untuk yang sedang membaca tulisan ini, harapku penuh
pada Tuhan, agar diberi kebahagiaan, dan dicukupkan dari kesedihan.
Untuk kali ini, ceritaku tidak
terlalu panjang. Hanya ingin mengucapkan terima kasih pada diri sendiri yang
telah mampu berdiri. Beberapa waktu lalu, syukurku pada Tuhan karena masih
diberikan kesempatan untuk merasakan nikmat lagi di usia yang baru. Bilangan
usia yang sudah bukan anak-anak. Sudah menuju fase dewasa dengan pikulan di
bahu yang akan bertambah berat. Ternyata, begitu panjang Tuhan memberikan
pembelajaran dalam hidup. Hingga sampai kini, setiap detik dan menit pun ada
pembelajaran yang tersembunyi.
Setelah syukur pada Yang Maha
Kuasa, pelukku pada diri sendiri juga tidak lupa. Bagaimana aku bisa belajar
dari terjatuh, mencoba bangkit dengan tertatih, dan dapat berdiri bahkan
berjalan. Walau sampai sekarang masih belum diketahui, apakah tanah yang sedang
kutapaki saat ini adalah nyaman yang sesungguhnya,atau bukan. Entahlah, aku
juga masih meraba jalan kedepan.
Sudah sejauh ini berjalan,
semakin banyak melewati keadaan. Baik itu yang disenangi,bahkan yang enggan
sekali diingat kembali. Apapun itu, begitulah caranya Tuhan memberi kehidupan,
bagaimanapun harus dijalankan. Dulu, saat kecil membayangkan menjadi dewasa
mengapa selalu menyenangkan ya? Bisa bebas bercerita dengan teman-teman tanpa
ada ibu atau ayah yang menguping dan mengawasi pembicaraan. Merasakan bagaimana
indahnya jatuh cinta, dan bebas melakukan segala hal. Kata “dewasa” menjadi
satu permohonan yang ingin disegerakan, dahulunya.
Sampai pada akhirnya, pinta
telah diwujudkan. Bangun dari tidur dengan menjadi orang yang telah dewasa. Bagaimana
rasanya menjadi dewasa? Aku malu berkata, karena merasa tidak ada syukurnya pada
Semesta. Tapi, ingin kuceritakan saja. Agar nantinya kita bisa mengingat
kepolosan anak kecil yang meminta menjadi dewasa. Jauh.... sekali bayangan
menyenangkan itu.
Nyatanya tidak semua teman tulus dalam
berkasih sayang, tidak semua menerima bagaimana lebih dan kurang. Ada yang
menghampiri saat dikejar oleh”kebutuhan”, dan ada yang meninggalkan tanpa pamit
lalu menghilang. Bahkan ada yang mencoba mendalami dua peran, mungkin saja
ingin menjadi manusia multitalenta dalam
berperilaku. Soal jatuh cinta, ternyata bukan perkara mudah. Tidak semua apa
yang telah kita beri harus berbalas nyatanya. Yang sedang mengalami
indahnya, menjadi manusia yang lupa akan
lingkungannya. Karena asik dengan kata’berdua’. Apa yang menjadi ‘kata orang’,
tak dikhawatirkan, dengan alibi yang penting ‘aku sayang’. Senyum terus
tercipta sepanjang waktu, indah memang ketika merasa cinta. Tapi, yang sedang
mengalami jatuh dalam mencinta, menjadi
manusia yang berada dalam kerangkeng kesedihan. Saat kabar tidak dipertanyakan,
gelisah luar biasa. Saat pesan hanya dibaca, marahnya luar biasa. Saat rasa tak
terbalaskan, runtuh sudah perasaan. Tidak terlalu senang nyatanya merasakan
jatuh cinta. Nanti ku ceritakan, perihal khusus tentang ini.
Berjalan menapaki anak tangga
menuju dewasa, memberikan beragam rasa. Dari kelam yang sangat menyakitkan,
sehingga tawa yang begitu menggembirakan. Setiap anak tangganya berbeda
pengalaman dan juga diberikan pelajaran. Untuk menjadi yang sekarang, banyak
sekali memang yang telah dilewati, dimulai pada kecewa dengan ketetapan Tuhan,
sampai pada akhirnya mencoba mengikhlaskan dan melupakan. Terima kasih ya,
sudah menjadi bagaimana aku yang sekarang, mari melangkah kembali sambil
belajar bagaimana menerima yang sudah Tuhan beri.
Tidak mudah sampai pintu ini
Pasti langahmu menuju ini begitu rumit
Ada apa diperjalanan?
Tangisku dulu begitu kencang, menolak takdir Sang Kuasa
Lantang mengajariNYA, bagaimana seharusnya hidup berpihak padaku
Terlambat tersadar, lebam ku kemarin menjadi riang dikemudian
Walau bukan sesingkat kedipan mata,
Walau bukan semudah membalik telapak.
Ada yang harus dipaksakan reda,
Saat ingin sekali mengeluarkan amarah.
Kuucapkan bahagia untuk kamu yang sedang bertatap dengan bayang wajah aslimu
Ku elus perlahan dada yang sering merasakan sakit.
Kataku,”tenang, nanti rasanya akan bahagia”.
Ayu winda rizky
Comments
Post a Comment